KEBERSAMAAN

KEBERSAMAAN

Minggu, 08 Januari 2012

REFLEKSI TERHADAP FILSAFAT PENDIDIKAN MATEMATIKA

Ditinjau dari asal katanya. “Matematika” berasal dari bahasa Yunani yaitu dari kata “Mathema” yang berarti “Sains, Ilmu Pengetahuan atau belajar”. Dalam kegiatan sehari-hari terutama dalam bidang akademis, Matematika sering di-identik-kan dengan sesuatu yang “sulit, membosankan, dan bahkan momok” bagi sebagian besar orang (peserta didik). Namun, jika memang benar matematika adalah sesuatu yang sulit dan membosankan, mengapa matematika diberikan sebagai salah satu mata pelajaran wajib di setiap jenjang pendidikan (mulai TK sampai tingkat Sekolah Menengah Atas)?, Apakah arti dan makna matematika yang sebenarnya?
Dalam suatu cerita, sebuah pasangan suami istri yang sedang berselisih paham bisa berdamai hanya dengan mengancungkan jari yang melambangkan bilangan satu, dua, dan tiga. Dalam hal ini, suatu fenomena yang tidak dapat diselesaikan dengan bahasa verbal tenyata dapat diselesaikan dengan simbul matematika. Melihat kejadian tersebut, dapat dikatakan bahwa matematika diartikan sebagai “bahasa”. Dalam artinya sebagai bahasa, matematika memungkinkan ilmu berkembang dari kualitatif ke kuantitatif1. Disisi lain, dalam mempelajari berbagai disiplin ilmu matematika sering digunakan, baik dalam bentuk perhitungan, penalaran, penggunaan simbul dan pengambilan keputusan. Hal ini mengindikasikan bahwa matematika memiliki arti sebagai “pelayan ilmu”. Tetapi perlu juga diperhatikan bahwa perkembangan matematika tidak tergantung pada bidang ilmu lain, sehingga selain sebagai pelayan ilmu, matematika juga berarti sebagai “ratu” (Queen of Science). Penggunaan perhitungan sebenarnya tidak akan pernah lepas dari aktivitas manusia setiap harinya dan karenanya matematika dapat diartikan sebagai “aktivitas hidup” dan ketika melakukan aktivitas tersebut, sering kali dihadapkan pada suatu pilihan yang memerlukan spekulasi untuk memperoleh sesuatu yang lebih baik. Dalam menentukan suatu pilihan, hal pertama yang dilakukan adalah melihat berbagai kemungkinan dan mengkajinya dari berbagai ketentuan yang berlaku (norma, agama, dan hukum) sehingga diperoleh suatu keputusan yang terbaik. Barangkali tidak disadari, dengan belajar matematika, pengambilan keputusan akan lebih maskimal karena kebiasaan berpikir secara deduktif (yaitu proses pengambilan keputusan yang didasarkan pada premis-premis yang kebenaranya telah ditentukan).
Setelah memahami makna dan arti matematika, mungkin akan muncul pertanyaan berikutnya: “Bagaimanakah belajar dan mengajar matematika yang efektif, sementara materi yang ditetapkan cukup padat dan waktu tatap muka yang terbatasí?”. Pertanyaan seperti ini merupakan pertanyaan dan permasalahan klasik yang tidak hanya dihadapi oleh siswa dan guru di Indonesia. Untuk menghadapi permasalahan seperti ini di era sekarang, Lewin2 memberikan pernyataan sebagai berikut”…. My answer to this problem is to make myself available by telephone seven days a week and to teach my students how to send mathematical questions by email. The software that we use makes this process very simple. Thus, I can sometimes give a good answer to a complicated question at 11:00 PM on a Sunday night”. Ini berarti guru/dosen bisa berinteraksi dan menjawab/menanggapi topik yang disampaikan oleh peserta didiknya dengan menggunakan media elektronik berupa “Handphone” atau “Internet”. Salah satu implementasinya pada saat ini yaitu penggunaan “blog” dalam diskusi matematika sekolah maupun perkuliahan, seperti yang diterapkan dalam perkulian “Filsafat Ilmu” pada Program Magister Pendidikan Matematika UNY.
Selain kegunaan di atas, perkembangan teknologi juga memberikan manfaat lain dalam pembelajaran matematika. Terkait dengan hal ini, Lewin dalam tulisanya menyatakan dua peran penting teknologi dalam pembelajarn matematika sebagai berikut “Technology plays two major roles in the teaching of mathematics; 1) technology provides us with computer algebra systems (and hand held calculators) that allow us to explore mathematics interactively and 2) technology provides a means of communication between people”.
Hal lain yang sebenarnya mempengaruhi proses belajar mengajar matematika, yaitu: bagaimana siswa belajar, bagaimana guru mengajar, apa yang harus dicapai oleh siswa, dan bagaimana guru menilainya. Dalam belajar matematika, setiap siswa memiliki cara belajar yang berbeda dan secara umum dibedakan menjadi empat kategori3: Alegori, integrasi, analisis, dan sintesis. Siswa yang belajar secara alegori menggunakan konsep yang sudah dipelajari sebelumnya untuk memahami materi atau konsep baru yang diajarkan dan menekankan penggunaan metode dalam bentuk yang mirip. Sementara siswa yang belajar secara integrasi berusaha membandingkan materi baru dengan konsep yang tlah dipahami, tetapi terkadang mereka mengalami kesulitan mencari hubungan antara kedua konsep tersebut. Kelompok siswa yang lain adalah siswa yang belajar dengan cara analisis, yaitu siswa yang mengharapkan penjelasan materi baru secara detail dan memikirkan ide baru dengan mengunakan pemikiran yang logis. Kelompok terakhir adalah siswa yang belajar dengan cara yang sangat abstrak dan berusaha mengembangakan strateginya sendiri yang lebih dikenal dengan kelompok siswa yang belajar secara sintesis.
Sementara itu, bagaimana guru mengajar, menentukan sasaran yang harus dicapai siswa, dan bagaimana hasil kerja siswa dinilai biasanya menyesuaikan dengan karakter guru yang mengajar serta metode dan pendekatan yang digunakan dalam proses belajar mengajar. Guru bisa saja menggunakan metode pengajaran langsung, penemuan, penemuan terbimbing, kooperatif, serta penggunaan teknologi yang tepat. Untuk penialainnya, bisa menggunakan kertas kerja, penilaian dengan pertanyaan terbuka (open-ended), tes tertulis, fortofolio, penugasan, dan bentuk penialaian lainnya.